
Warga Eks Timor Timur Tolak Relokasi ke Perumahan Burung Unta
Writer: Thomy Mirulewan
TVRINews, Oelamasi
Sejumlah warga eks Timor Timur menolak rencana relokasi ke kompleks perumahan yang telah dibangun pemerintah pusat di lokasi Burung Unta, Desa Camplong Dua dan Desa Kuamasi, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang. Penolakan ini disampaikan langsung saat aksi unjuk rasa di halaman Kantor Bupati Kupang, Rabu, 11 Juni 2025.
Dalam orasinya, perwakilan warga, Asten Bait, menyebut sedikitnya dua alasan mendasar di balik penolakan tersebut.
Pertama, kompleks perumahan yang dibangun untuk para pejuang eks Timor Timur itu tengah dalam proses hukum oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur terkait dugaan korupsi pembangunan 2.100 unit rumah.
“Kami tidak mau dipindahkan ke sana dengan alasan yang sangat jelas: rumah itu dalam keadaan rusak dan tengah dalam proses hukum oleh Kejati NTT. Tidak ada jaminan keberlangsungan hidup bagi seluruh penghuni di lokasi tersebut,” kata Asten.
Kedua, menurut warga, hunian yang disediakan tidak memenuhi standar rumah layak huni. Kondisi fisik bangunan dinilai tidak memadai untuk ditinggali secara permanen, terlebih tanpa adanya kepastian infrastruktur pendukung seperti air bersih dan akses ekonomi.
Dalam aksi itu, massa juga menyuarakan desakan agar aparat penegak hukum menuntaskan kasus dugaan korupsi proyek perumahan tersebut, yang menurut mereka merugikan ribuan keluarga eks pejuang Timor Timur.
“Harus diusut tuntas siapa pun yang terlibat dalam pembangunan rumah-rumah bermasalah itu. Ini menyangkut masa depan dan martabat keluarga para pejuang,” ujar Asten.
Isu kepemilikan lahan juga menjadi sorotan. Berdasarkan keterangan warga, sertifikat tanah yang diberikan tidak dapat diwariskan atau dipindahtangankan, termasuk kepada anak kandung.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan pengusiran, seperti yang pernah terjadi di permukiman resettlement Naibonat, yang kini diklaim oleh TNI AD sebagai bagian dari lahan milik institusi tersebut.
“Kalau rumah tidak bisa diwariskan, bagaimana nasib anak-anak kami nanti? Kami tidak ingin mengalami nasib seperti di Naibonat,” tutur Asten.
Atas kondisi ini, warga mendesak DPRD Kabupaten Kupang untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah pihak terkait, seperti TNI AD, ATR/BPN, dan pemerintah daerah, guna membahas secara terbuka persoalan legalitas lahan, status rumah, dan keberlangsungan kehidupan warga ke depan.
“Harus ada RDP agar ada kejelasan. Ini menyangkut hak ribuan warga yang sudah lama menunggu kepastian,” kata Asten.
Editor: Redaktur TVRINews