Penulis: Christhoper Natanael Raja
TVRINews, Anambas
Masjid Besar Baiturrahim Tarempa berdiri tak jauh dari laut, hanya sekitar 100 meter dari bibir pantai, persis di tepi Jalan Jenderal A. Yani, Desa Tarempa Barat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas.
Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga menyimpan sejarah panjang perkembangan Islam, budaya lokal, serta nilai-nilai arsitektur yang unik di wilayah perbatasan Indonesia.
Masjid ini pertama kali dibangun pada sekitar tahun 1880-an oleh Datuk Kaye Mohd. Usman bin Datuk Kaye Mohd. Yasin, seorang tokoh ulama Datu Kaye Siantan. Saat itu, bangunannya masih sederhana, dengan berbahan kayu, beratap seng, berdinding papan, dan berlantai ubin.
Oleh karena letaknya yang berada di sisi Pantai Teluk Siantan, bangunan ini awalnya dinamai Masjid Teluk Siantan. Bangunannya memiliki satu pintu utama yang menghadap ke timur dan satu jendela besar di sisi utara. Sepertiga bagian atas dindingnya terbuat dari jaring-jaring kayu.
Selama kurang lebih 40 tahun sejak awal berdiri, masjid ini dipimpin oleh empat imam utama yang juga menjadi penggerak dakwah di masyarakat, yakni H. Mohd. Thaher asal Banjar, H. Gaffar asal Siantan, H. Mohd. Noer dari Batubara, Sumatera Utara, dan H. Sahur bin Mim dari Siantan.
Pada tahun 1920, Masjid Teluk Siantan mulai dibangun ulang secara permanen dengan semangat gotong royong oleh masyarakat Siantan, termasuk yang tinggal di pulau-pulau sekitarnya.
Biaya pembangunan diperoleh dari potongan hasil penjualan karet yang dikumpulkan oleh amir yang berkuasa saat itu.
Tukang utama berasal dari etnis Tionghoa bernama Jonsit, sedangkan desain arsitekturnya dirancang oleh seorang arsitek dari Singapura yang dikenal sebagai orang Keling.
Gaya arsitektur yang digunakan mengadopsi model kolonial Eropa, yang pada masa itu umum digunakan dalam bangunan penting.
Pembangunan ini memakan waktu sekitar lima tahun. Pada tahun 1925, masjid yang telah berdiri kokoh itu diresmikan oleh Amir Abd. Hamid, disaksikan oleh penghulu Tarempa, H. M. Yusuf. Sejak saat itu namanya berubah menjadi Masjid Raya Tarempa.
Di tahun yang sama, seorang dokter bernama Abdul Satar dari Sumatera menghadiahkan mimbar ukiran Jepara yang sampai kini masih berdiri anggun di mihrab masjid.
Masjid ini juga pernah mendapatkan pengakuan dari tokoh nasional. Pada tahun 1954, dalam kunjungan kerjanya ke Tarempa, Wakil Presiden Mohammad Hatta melihat langsung bangunan masjid dan menyebutnya sebagai salah satu masjid terindah di Riau.
Selain nilai sejarah dan keindahan bangunan, Masjid Besar Baiturrahim Tarempa menyimpan filosofi Islam yang mendalam.
Lima tiang utama di ruang induk menggambarkan rukun Islam, dengan satu tiang disebut Tiang Tauhid yang menopang menara masjid, simbol hubungan murni antara manusia dan Allah.
Sementara, empat tiang lainnya diberi variasi lekukan dan menjadi penyangga kubah, melambangkan pelaksanaan ibadah sosial dalam Islam. Di sisi kiri dan kanan masjid, masing-masing terdapat enam tiang yang disebut Tiang Al-Iman, simbol enam rukun iman.
Jumlah keseluruhan tiang di dalam dan luar masjid berjumlah 17, yang menggambarkan jumlah rakaat salat wajib sehari semalam.
Sementara itu, masjid memiliki enam pintu besar yang terbuka ke berbagai arah, melambangkan sikap keterbukaan dan pentingnya ukhuwah dalam kehidupan umat. Menara empat tingkat melengkapi struktur masjid sebagai simbol kesatuan antara ibadah dan kehidupan dunia.
Pada 1980-an, dilakukan penambahan teras di sisi kiri dan kanan yang kini menjadi serambi untuk menampung lebih banyak jamaah. Pada periode ini pula, namanya berganti menjadi Masjid Jamik Baiturrahim Tarempa.
Namun, seiring waktu, bagian atap beton masjid mengalami kerusakan cukup parah. Pelapukan dan kebocoran terus terjadi, hingga akhirnya diuji oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Hasil uji konstruksi menyatakan atap harus dibongkar dan dibeton ulang.
Pada 29 Januari 2001, dibentuk Panitia Renovasi Masjid yang diketuai H. Arwien A. dan bendahara H. Djamaluddin M., atas musyawarah tokoh-tokoh agama dan masyarakat Siantan.
Dengan dukungan infak dan bantuan dari berbagai pihak, pekerjaan pembetonan ulang dimulai pada 1 September 2003.
Renovasi dikerjakan secara gotong royong dan diawasi oleh konsultan teknik Ir. Deden serta konsultan ahli Ir. Dodi Palgunadi yang didatangkan atas bantuan perusahaan ConocoPhillips di Matak.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membuat masjid ini kembali membutuhkan perluasan. Pada 2017, Dinas Pekerjaan Umum membuat desain teknis pembangunan, yang kemudian dilaksanakan dalam kurun waktu 2018–2021.
Di tahun terakhir pembangunan, nama masjid diubah menjadi Masjid Besar Baiturrahim Tarempa berdasarkan keputusan Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Anambas. Perubahan nama ini juga menegaskan statusnya sebagai masjid utama Kecamatan Siantan.
Kini, Masjid Besar Baiturrahim Tarempa berdiri megah dan terawat, menjadi pusat kegiatan keagamaan, sosial, dan kebudayaan masyarakat Tarempa.
Di balik keindahan bangunannya, tersimpan warisan sejarah, nilai filosofi keislaman, serta semangat gotong royong yang tetap hidup hingga hari ini.
Editor: Redaktur TVRINews