
Atalia Praratya: Jika Ada Pelanggaran Berat, Izin Ponpes Harus Dicabut
Penulis: Nisa Alfiani
TVRINews, Jakarta
Anggota Komisi VIII DPR RI, Atalia Praratya, mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap izin operasional Pondok Pesantren Al Khoziny menyusul insiden robohnya bangunan ponpes tersebut di Sidoarjo, Jawa Timur. Ia menegaskan bahwa jika ditemukan pelanggaran serius, termasuk yang menyebabkan korban jiwa, maka pencabutan izin bisa menjadi langkah yang perlu diambil.
“Kalau ada pelanggaran berat, apalagi sampai menelan korban jiwa, maka lembaga pendidikan tersebut wajib dievaluasi secara serius, bahkan bisa ditindak tegas dengan pencabutan izin,” ujar Atalia dikutip dari Antara, Kamis (9/10/2025).
Atalia menekankan bahwa proses hukum harus ditegakkan tanpa memandang siapa yang terlibat, namun tetap menjunjung asas keadilan dan transparansi agar tidak menambah luka bagi masyarakat dan komunitas pesantren.
“Penegakan hukum harus berjalan adil. Kita juga harus memastikan prosesnya terbuka dan tidak diskriminatif, demi kepercayaan publik serta perlindungan terhadap dunia pendidikan keagamaan,” jelasnya.
Ia menyampaikan bahwa Komisi VIII DPR akan memanggil Kementerian Agama usai masa reses guna membahas evaluasi tata kelola pesantren dan lembaga pendidikan agama lainnya.
“Yang ingin kita pastikan adalah semua lembaga pendidikan agama menempatkan keselamatan dan kesejahteraan sebagai prioritas. Ini bukan sekadar soal administrasi izin, tapi menyangkut nyawa dan hak peserta didik,” tegasnya.
Atalia juga menyoroti persoalan rendahnya kepemilikan izin mendirikan bangunan (IMB) atau persetujuan bangunan gedung (PBG) oleh ponpes. Berdasarkan data yang ia miliki, dari ribuan pesantren, hanya 51 yang mengantongi izin bangunan resmi. Menurutnya, hal ini menjadi bukti bahwa perizinan masih menjadi tantangan serius.
“Banyak ponpes sebenarnya ingin patuh terhadap aturan, tapi proses pengurusan IMB masih terkesan rumit dan mahal. Ini yang harus kita bantu selesaikan,” ungkapnya.
Ia mendukung gagasan pemberian subsidi IMB, tidak hanya bagi pondok pesantren tetapi juga bagi semua tempat ibadah dan lembaga keagamaan lintas agama.
“Kita tidak bisa tutup mata, kasus serupa juga terjadi di Halmahera Utara. Dari ratusan gereja yang ada di sana, hanya satu yang punya IMB resmi. Artinya, ini masalah bersama,” ujarnya.
Menurut Atalia, solusi ke depan harus mencakup penyederhanaan prosedur perizinan serta peningkatan sosialisasi oleh kementerian terkait agar seluruh lembaga keagamaan memahami dan mampu memenuhi persyaratan administratif yang berlaku.
Sementara itu, Kepolisian Daerah Jawa Timur telah memulai proses penyelidikan atas insiden ambruknya bangunan di Ponpes Al Khoziny. Kapolda Jatim Irjen Nanang Avianto menyampaikan bahwa indikasi awal menunjukkan adanya kegagalan struktur bangunan sebagai penyebab utama.
“Kami mencurigai ada kelalaian dalam konstruksi bangunan. Untuk itu, kami melibatkan para ahli teknik sipil dan struktur untuk menganalisis secara teknis apa yang sebenarnya terjadi,” kata Nanang, Rabu (8/10/2025).
Ia menambahkan bahwa tim penyidik telah memeriksa setidaknya 17 orang saksi, termasuk ahli bangunan dan pihak yang terlibat dalam proyek pembangunan pondok tersebut.
“Jumlah saksi kemungkinan akan bertambah. Kita juga akan panggil pihak yang bertanggung jawab langsung atas konstruksi dan pelaksanaan pembangunan,” tandasnya.
Editor: Redaksi TVRINews