
Kejati Sumut Selesaikan Dua Perkara Pidana Lewat Keadilan Restoratif
Penulis: Fhandi
TVRINews, Medan
Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menerapkan pendekatan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara pidana ringan.
Dimana, dua kasus dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tapanuli Utara dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Batubara telah diajukan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) dan disetujui untuk diselesaikan secara damai.
Kasi Penkum Kejati Sumut, Adre W. Ginting, menjelaskan bahwa kedua perkara tersebut memenuhi syarat keadilan restoratif dan telah melalui proses mediasi yang mempertemukan tersangka dan korban.
“Kasus pertama berasal dari Kejari Tapanuli Utara, dengan tersangka Alex Reinaldi Eben Ezer Simorangkir, seorang petani yang didakwa melakukan pengancaman kepada Yasianna Hutapea, petugas penagih utang perusahaan swasta,” kata dia.
Baca Juga: Korupsi Honor, Bendahara Satpol Rejang Lebong Ditahan
Peristiwa terjadi pada 12 Februari 2025 di Desa Enda Portibi. Tersangka emosi setelah istrinya ditagih pembayaran pinjaman, kemudian mengancam korban menggunakan senjata tajam.
“Ucapan dan tindakan tersangka menimbulkan rasa takut dan trauma pada korban, sehingga proses penagihan tidak dapat dilanjutkan,” ucapnya
Tersangka sempat dijerat Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 2 UU Darurat No. 12 Tahun 1951. Namun dalam proses mediasi, korban memaafkan tersangka dan keduanya sepakat berdamai.
Penyelesaian turut disaksikan oleh pihak keluarga, jaksa, penyidik, dan tokoh masyarakat.
“Kasus kedua berasal dari Kejari Batubara, dengan tersangka Dimas Heryanto yang diduga melanggar Pasal 372 KUHP atau Pasal 378 KUHP tentang penggelapa,” bebernya
Kasus bermula saat tersangka meminjam handphone milik Afiqah, kenalannya, dengan dalih ingin menelepon.
“Namun setelah membawa korban ke rumahnya di Dusun VIII, Desa Simpang Gambus, tersangka justru melarikan diri membawa handphone OPPO F7 milik korban,” ucapnya
Setelah dilakukan mediasi oleh jaksa fasilitator, tersangka mengakui kesalahannya, berjanji tidak akan mengulang perbuatannya, dan korban memaafkan serta sepakat untuk berdamai.
“Dua perkara ini diselesaikan secara restoratif. Prosesnya mempertemukan tersangka dan korban, difasilitasi oleh jaksa, disaksikan keluarga dan tokoh masyarakat. Kedua pihak sepakat untuk berdamai,” ujar Adre W. Ginting.
Ia menambahkan bahwa penerapan keadilan restoratif didasarkan pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020, yang mengedepankan penyelesaian perkara secara musyawarah, mengutamakan hati nurani, serta menciptakan harmoni dalam masyarakat.
“Dengan mengedepankan hati nurani, hukum tidak hanya menjadi alat pemidanaan, tetapi juga sarana pemulihan sosial,” pungkasnya.
Editor: Redaktur TVRINews