Penulis: Masrul Fajrin
TVRINews, Surabaya
Menjelang momentum Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2026, fluktuasi harga kebutuhan pokok mulai meresahkan warga Kota Surabaya. Berdasarkan pantauan langsung di pasar tradisional, sejumlah komoditas utama seperti cabai dan bawang merah mulai mengalami tren kenaikan harga yang cukup signifikan akibat menipisnya pasokan di tingkat distributor.
Kondisi ini terpotret jelas di Pasar Wonorejo Polak, kawasan Peneleh, Surabaya. Musrifah, salah satu pedagang bumbu dapur di pasar tersebut, mengakui bahwa kenaikan harga terjadi hampir pada seluruh komoditas sayur-mayur.
Ia menjelaskan bahwa saat ini harga cabai dan bawang merah terus merangkak naik, bahkan wortel juga ikut mahal. Menurutnya, fenomena ini dipicu oleh berkurangnya suplai menjelang hari besar keagamaan nasional.
"Yang lagi mahal cabai, bawang merah, wortel juga mahal, naik. Apalagi ya, pokoknya mahal semua sekarang, banyak yang naik," ujar Musrifah saat memberikan keterangan kepada awak media pada Rabu, 17 Desember 2025.
Merespons keluhan pedagang tersebut, Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono (BHS), melakukan inspeksi mendadak untuk memvalidasi data harga di lapangan. Menariknya, BHS menemukan bahwa harga di Pasar Wonorejo Polak justru jauh lebih terkendali dibandingkan dengan pasar-pasar besar lainnya di wilayah Surabaya.
Dalam keterangannya, Bambang Haryo Soekartono mengapresiasi efisiensi pasar yang dikelola oleh perangkat RW setempat tersebut. Ia menilai pasar lingkungan memiliki peran strategis dalam menjaga daya beli masyarakat di tengah inflasi musiman.
"Saya juga mengecek harga-harga di sini, relatif masih agak lebih murah daripada pasar-pasar yang lain. Jadi ini memang perlu adanya dukungan daripada pemerintah," tegas politisi senior tersebut di sela-sela kunjungannya.
BHS juga memberikan pujian terhadap kualitas layanan dan profesionalisme para pedagang di Pasar Wonorejo Polak. Menurutnya, pasar yang dikelola secara swadaya oleh tingkat RW ini membuktikan bahwa manajemen ekonomi mikro bisa berjalan efektif jika dilakukan dengan dedikasi tinggi.
Ia menegaskan bahwa keberadaan pasar tradisional harus tetap eksis di tengah gempuran pasar modern dan platform belanja daring yang kian masif.
Lebih lanjut, BHS mengajak kaum ibu di Surabaya untuk kembali meramaikan pasar tradisional sebagai bentuk dukungan terhadap ekonomi kerakyatan.
Baginya, aktivitas belanja di pasar tradisional bukan sekadar transaksi ekonomi, melainkan bagian dari identitas sosial masyarakat Indonesia yang harus dilestarikan.
"Karena kalau tidak belanja di pasar tradisional itu namanya bukan ibu-ibu. Itu bapak-bapak. Ibu-ibu itu kebanggaan bisa cerita sama suaminya ya, itu saat menawar komoditasnya," ungkap BHS dengan nada persuasif.
Melalui peninjauan ini, BHS berharap Pemerintah Kota Surabaya dapat memberikan atensi lebih terhadap distribusi logistik pangan agar kenaikan harga tidak semakin meluas.
Stabilitas harga di tingkat pasar tradisional dianggap sebagai kunci utama dalam menjaga ketenangan masyarakat menghadapi perayaan akhir tahun.
Editor: Redaksi TVRINews
