
Foto: Monumen Nasional (Monas) salah satu icon Jakarta (TVRINews/HO-Kemenparekraf)
Penulis: Nirmala Hanifah
TVRINews, Jakarta
Kualitas udara di Jakarta kembali tercatat dalam kategori tidak sehat pada Sabtu, 3 Mei 2025.
Hal tersebut, terpantau berdasarkan data kualitas udara IQAir, dimana Jakarta menduduki peringkat ke-10 sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Pada pukul 06.35 WIB, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta tercatat di angka 117.
Angka ini menandakan bahwa kualitas udara berada dalam kategori "tidak sehat untuk kelompok sensitif", dengan konsentrasi polusi partikel halus PM2.5 mencapai 41,9 mikrogram per meter kubik.
Kategori ini menunjukkan bahwa udara berpotensi menimbulkan dampak kesehatan, terutama bagi mereka yang sensitif terhadap polusi seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan.
Bahkan, tak hanya manusia, hewan dan tumbuhan pun bisa terdampak. Pemerintah pun mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan.
Sebagai informasi, kategori kualitas udara dibagi dalam beberapa tingkatan:
- Baik (PM2.5: 0–50): Tidak berdampak pada kesehatan manusia maupun lingkungan.
- Sedang (PM2.5: 51–100): Masih aman untuk manusia, tapi bisa berdampak pada tumbuhan atau nilai estetika.
- Tidak sehat bagi kelompok sensitif (PM2.5: 101–150): Bisa menimbulkan gangguan kesehatan pada kelompok rentan.
- Sangat tidak sehat (PM2.5: 200–299): Dapat membahayakan kesehatan pada sebagian besar populasi.
- Berbahaya (PM2.5: 300–500): Memberikan dampak serius terhadap kesehatan secara umum.
Di atas Jakarta, beberapa kota besar dunia tercatat memiliki tingkat polusi lebih tinggi.
Baghdad (Irak) berada di posisi pertama dengan AQI 265, diikuti oleh Delhi (India) dengan AQI 189, dan Kota Kuwait (Kuwait) dengan AQI 170. Lahore (Pakistan) dan Dhaka (Bangladesh) juga masuk lima besar dengan masing-masing AQI 163 dan 144.
Sebagai upaya mengatasi permasalahan ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta meluncurkan sistem pemantauan kualitas udara terintegrasi.
Platform ini didukung oleh 31 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) yang tersebar di seluruh wilayah kota. Data yang dihasilkan tak hanya berasal dari SPKU milik DLH, tetapi juga terintegrasi dengan informasi dari BMKG, World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan Vital Strategies.
Melalui sistem ini, data kualitas udara di Jakarta dapat diakses secara terbuka dan real-time oleh masyarakat, sebagai bentuk transparansi dan langkah preventif untuk melindungi kesehatan warga.
Baca Juga: Mudah dan Cepat! Samsat Keliling Sambangi 9 Wilayah Detabek Hari Ini
Editor: Redaktur TVRINews