
Lampung Jadi Sorotan Masuk Dalam Kasus Korupsi Terbanyak
Penulis: Sandy
TVRINews, Lampung
Provinsi Lampung kembali menjadi sorotan nasional setelah tercatat sebagai salah satu dari sepuluh besar provinsi dengan jumlah kasus korupsi terbanyak di Indonesia selama periode 2020 hingga 2024. Data tersebut bersumber dari Direktori Putusan Tindak Pidana Korupsi Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Selama periode tersebut, tercatat 151 kasus korupsi terjadi di berbagai wilayah di Provinsi Lampung. Kasus-kasus ini melibatkan aparatur pemerintah, baik di tingkat kabupaten/kota maupun di satuan kerja pemerintahan lainnya. Total kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus-kasus ini mencapai angka fantastis, yaitu sekitar Rp207,59 miliar.
Kasus korupsi di Lampung tersebar di berbagai kabupaten dan kota, namun dua wilayah tercatat sebagai yang paling mencolok. Kabupaten Lampung Timur menjadi wilayah dengan jumlah kasus korupsi terbanyak, yaitu sebanyak 21 kasus, dengan total kerugian negara mencapai Rp3,28 miliar.
Sementara itu, Kabupaten Lampung Utara mencatatkan kerugian negara tertinggi akibat tindak pidana korupsi, yaitu mencapai Rp88,13 miliar dari 19 kasus. Fakta ini menandakan bahwa praktik korupsi di wilayah tersebut tak hanya sering terjadi, tetapi juga melibatkan jumlah anggaran yang besar.
Menanggapi temuan tersebut, Asisten Pemeriksa Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Lampung, Atika Mutiara Oktakevina, menyampaikan bahwa faktor internal dan eksternal menjadi penyebab utama suburnya praktik korupsi di lingkungan pemerintahan.
“Korupsi bisa terjadi karena dorongan dari dalam individu (internal), seperti lemahnya integritas, atau dari luar (eksternal), seperti adanya tekanan dan peluang akibat sistem pengawasan yang lemah,” ungkap Atika.
Ia menjelaskan, Ombudsman memiliki sistem pengawasan yang mampu membantu meminimalisir faktor eksternal. Namun efektivitas pengawasan akan jauh lebih kuat jika diiringi dengan partisipasi aktif masyarakat dalam mengikuti prosedur pelayanan publik secara benar dan tidak mencari jalan pintas.
“Aturan dan prosedur pelayanan publik dibuat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Ketika masyarakat ikut menjaga sistem tersebut dengan tidak menyuap atau menggunakan jalur belakang, maka peluang korupsi akan semakin kecil,” tambahnya.
Selain masyarakat, Atika juga menekankan pentingnya komitmen dari penyelenggara pelayanan publik. Menurutnya, kualitas layanan harus mengikuti standar pelayanan yang telah ditetapkan dan dievaluasi secara berkala.
“Penyelenggara pelayanan publik tidak boleh alergi terhadap kritik. Justru dengan adanya masukan dari masyarakat, mereka bisa mengetahui kelemahan layanan dan melakukan perbaikan. Jika standar pelayanan belum memenuhi harapan masyarakat, maka harus ada evaluasi yang terbuka dan obyektif,” ujarnya.
Ombudsman RI terus mendorong penyelenggara layanan publik di Provinsi Lampung untuk bekerja secara transparan dan akuntabel, demi menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
Lebih jauh, Atika mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama berperan dalam mencegah praktik korupsi, terutama di sektor pelayanan publik. Partisipasi masyarakat dalam mengawasi, melaporkan penyimpangan, dan menjalankan hak serta kewajiban sesuai aturan, akan menjadi langkah penting dalam memerangi budaya korupsi.
Editor: Redaksi TVRINews