Penulis: Erasmus Nagi Noi
TVRINews, NTT
Tiga orang ditemukan meninggal dunia, dua orang luka-luka, dan empat lainnya masih dalam pencarian akibat banjir bandang yang menerjang Kecamatan Mauponggo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, pada Senin malam, 8 September 2025.
Informasi ini merupakan pembaruan data yang sebelumnya dirilis melalui siaran pers Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) nomor 581, yang diterima TVRINews.com, Selasa, 9 September 2025.
Laporan cepat Pusat Pengendali dan Operasi (Pusdalops) BNPB hingga pukul 19.26 WIB menyebutkan bahwa ketiga korban meninggal berasal dari satu keluarga yang terjebak banjir di sebuah pondok dekat Sungai Malasawu. Ketiganya dievakuasi dan langsung dibawa ke puskesmas sebelum diserahkan ke pihak keluarga.
Sementara itu, pencarian terhadap empat korban hilang masih terus dilakukan oleh tim gabungan dari BPBD Nagekeo, Basarnas, TNI, Polri, relawan, dan masyarakat. Cuaca yang tidak menentu menjadi tantangan tersendiri bagi proses pencarian di lapangan.
Banjir juga menyebabkan kerugian material signifikan, termasuk satu rumah hanyut, dua kantor pemerintahan terdampak, tiga ruas jalan tertutup longsor, dua jembatan rusak, serta lahan pertanian dan peternakan yang terendam banjir. Pendataan kerusakan masih dilakukan BPBD setempat.
BMKG memprediksi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang masih berpotensi mengguyur wilayah Nagekeo hingga Rabu dan Kamis (10–11/9). Kondisi ini berisiko memicu banjir susulan maupun tanah longsor.
BNPB mengimbau masyarakat, khususnya di wilayah Kecamatan Mauponggo, agar tetap waspada dan mengikuti instruksi pemerintah daerah. Karakteristik banjir di kawasan perbukitan seperti Mauponggo sangat dipengaruhi kondisi wilayah hulu yang curam dan minim vegetasi penahan air.
“Air sungai yang awalnya jernih bisa berubah keruh dan deras dalam waktu singkat jika wilayah hulu diguyur hujan deras dalam durasi lama,” tulis BNPB dalam siaran pers.
Mauponggo memiliki geografi khas: dataran rendah di pesisir dan permukiman di lereng perbukitan yang langsung terhubung dengan hulu sungai. Kondisi ini menempatkan masyarakat dalam risiko tinggi ketika curah hujan meningkat.
BNPB menegaskan pentingnya penguatan sistem mitigasi bencana, baik struktural maupun non-struktural. Mitigasi struktural mencakup rehabilitasi vegetasi hulu, pembangunan sabo dam, saluran pengalihan air, penguatan tebing sungai, hingga zona penyangga wilayah hilir.
Sementara itu, mitigasi non-struktural meliputi pemetaan zona rawan, sistem peringatan dini, dan edukasi kebencanaan kepada masyarakat.
Selain itu, pengelolaan tata ruang seperti relokasi dari zona rawan, larangan pembangunan di tepi sungai, serta pengendalian penambangan harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah agar bencana serupa tidak terulang.
Editor: Redaktur TVRINews