Penulis: Ambika
TVRINews, Mataram
Tapa Brata Penyepian Umat Hindu Tahun Saka 1945 di Kota Mataram Provinsi Nusa Teggara Barat (NTB) berlangsung dengan khidmat. Wilayah pemukiman umat Hindu terlihat lengang dari aktivitas masyarakat dan hanya terlihat pecalang (petugas pengamanan lingkungan) yang melakukan pengamanan.
Aparat keamanan juga melakukan pengamanan untuk memastikan ibadah penyepian berjalan kondusif.
Sejumlah wilayah jalur pemukiman umat Hindu di Kota Mataram ditutup guna menjaga kenyamanan pelaksanaan Tapa Brata Penyepian Umat Hindu Tahun Saka 1945 yang dimulai 22 Maret pukul 06.00 Wita hingga 23 Maret pukul 06.00 Wita.
Selama pelaksanaannya, hanya terlihat pecalang yang sedang melakukan pengamanan wilayah. Penjagaan ini menjadi hal rutin yang dilakukan oleh pecalang untuk memastikan tidak ada gangguan selama penyepian.
Ketua Pecalang Lingkungan Karang Leledi Kelurahan Cilinaya, I Wayan Parte mengatakan aktivitas pengamanan dilakukan dengan berpatroli dan menempatkan sejumlah personil di beberapa titik yang telah ditentukan serta berkoordinasi dengan aparat kewilayahan juga aparat TNI dan Polri.
“Selama pengamanan, warga luar yang ingin masuk tidak diperbolehkan. Namun jika memang ada kepentingan mendesak, kami yang akan mengantarkannya langsung,” kata I Wayan Parta, Rabu, malam 22 Maret 2023.
Sementara itu Pecalang Lingkungan Banjar Mantri Kelurahan Cilinaya, Putu Pasek Yudani mengatakan toleransi umat beragama di lingkungannya selama pelaksanaan Nyepi cukup baik.
“Kami sebelumnya telah mengimbau warga yang beragama lain dengan surat edaran untuk tetap menjaga toleransi selama Tapa Brata Penyepian Umat Hindu,” kata Putu Pasek Yudani.
Tahun Baru Nyepi Tahun Saka 1945 menjadi momen peningkatan toleransi keberagaman dengan mulai diberikannya keleluasaan bagi umat mengadakan kegiatan setelah 3 tahun terakhir tidak diperbolehkan akibat pandemi COVID-19.
Sebelumnya umat Hindu di Kota Mataram menjalankan upacara Melasti dan menggelar Pawai Budaya Ogoh-ogoh yang melibatkan sedikitnya 180 patung Ogoh-ogoh dengan partisipasi sekitar 18 ribu peserta.
Ketua Persatuan Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTB, Gede Putu Ariadi, mengatakan bahwa Pawai Ogoh-ogoh merupakan tradisi adat umat Hindu yang bermakna sebagai replikasi dari Buta Kala, yaitu hal-hal buruk yang ada di dalam diri manusia.
“Tujuan dari tradisi ini adalah untuk mengembalikan manusia pada aspek spiritual dan jati diri sebagai umat yang berketuhanan. Kegiatan ini menjadi kegiatan pertama yang dilakukan sejak pandemi COVID-19 melanda,” kata Putu Ariadi, Selasa (21/3/2023).
Ia berharap perayaan Ogoh-ogoh dapat memberikan nuansa baru dan kembali meningkatkan tradisi dan budaya yang ada di Nusa Tenggara Barat.
Editor: Redaktur TVRINews
